Apa
hukumnya menentukan tanggal pernikahan sesuai kalender jawa atau china katanya
mencari hari baik ?
Jawaban
Disebagian
masyarakat, ketik mereka
akan menyelenggarakan hajatan seperti acara pernikahan, maka akan dipilihlah
hari tertentu untuk pelaksanaannya. Memilih hari untuk acara perhelatan seperti
itu secara umum dibagi menjadi dua : Ada yang boleh dan ada yang tidak boleh.
Bila
mencari hari atau menentukan hari itu karena pertimbangan yang rasional semisal
menunggu musim panen, menanti datangnya saat liburan atau menghindari musim
penghujan demi kelancaran acara, maka ini termasuk memilih hari yang hukumnya
boleh dan tidak termasuk kategori kasus memilih ‘hari baik’ sebagaimana yang
umumnya dipahami.
Demikian
juga memilih hari atau waktu yang disandarkan kepada dalil syar’i, maka
hukumnya juga boleh. Semisal memilih bulan Syawal untuk menyelenggarakan pernikahan,
karena ini didasarkan kepada hadits dari
Aisyah radhiallahu ‘anha :
تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي شَوَّالٍ
وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ، فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ أَحْظَى
عِنْدَهُ مِنِّي، وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَسْتَحِبُّ أَنْ تَدْخُلَ نِسَاءَهَا فِي
شَوَّالٍ
“Rasulullah
shallallahu‘alaihi wasallam menikahiku di bulan Syawal, dan mengadakan malam
pertama denganku di bulan Syawal. Manakah istri beliau yang lebih mendapatkan
perhatian beliau selain aku ?” Salah seorang perawi mengatakan, “Aisyah
menyukai jika suami melakukan malam pertama di bulan Syawal.” (HR. Muslim)
Rasulullah
shalallahu’alaihi wassalam ketika menikahi Aisyah dibulan Syawal kala itu
bertujuan untuk membantah keyakinan orang Arab Jahiliyyah yang meyakini bahwa
bulan Syawal tidak baik digunakan sebagai bulan pernikahan.[1]
Al Imam Nawawi rahimahullah ketika
mengomentari hadits diatas berkata :
وقصدت
عائشة بهذا الكلام رد ما كانت الجاهلية عليه وما يتخيله بعض العوام اليوم من كراهة
التزوج والتزويج والدخول في شوال وهذا باطل لا أصل له وهو من آثار الجاهلية كانوا
يتطيرون بذلك
“Tujuan
Aisyah mengatakan demikian adalah sebagai bantahan terhadap keyakinan jahiliah
dan khurafat yang beredar di kalangan masyarakat awam pada waktu itu, bahwa
dimakruhkan menikah atau melakukan malam pertama di bulan Syawal. Ini adalah
keyakinan yang salah, yang tidak memiliki landasan. Bahkan, keyakinan ini
merupakan peninggalan masyarkat jahiliah yang meyakini adanya kesialan menikah
di bulan Syawal.”[2]
Sedangkan Kasus yang terjadi disebagian masyarakat,
mereka mencari hari baik dengan perhitungan yang disandarkan kepada ilmu kejawen, perbintangan,
hal-hal yang berbau khurafat bahkan kepercayaan agama lain. Sebagian
orang diyakini memiliki kemampuan bisa menghitung dan memaknai tanggal, bulan,
weton, dan sebagainya, padahal semuanya tidak memiliki dasar ilmiah apalagi
dalil agama. Boleh jadi itu hasil bisikan syetan atau bahkan sekedar ilmu gothak – gathik – gathuk (cok gali cok,
digali-gali cocok).
Dan
mencari hari dengan cara seperti ini disepakati haramnya oleh para ulama, karena
termasuk bentuk ramalan dan tathayur atau Thiyarah yang diharamkan bahkan bisa
menjatuhkan pelakunya kepada syirik dan kemurtadan. Naudzubillah.
1. Haramnya ramalan
Ulama menjelaskan bahwa hukum ramalan bukan hanya sekedar
haram, bahkan lebih daripada itu, ia adalah bentuk kesyirikan yang bisa
menghapus amal shalih yang sudah dikerjakan seseorang.[3]
Dalam hadits disebutkan :
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ، لَمْ
تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Siapa yang mendatangi peramal,
kemudian bertanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak akan diterima selama 40
hari.” (HR. Ahmad)
2. Haramnya
thiyarah
Kepercayaan ini oleh
sebagian ulama disebut dengan istilah thiyarah.
Yaitu perasaan takut mendapat sial bila melakukan suatu even pada hari yang
dipercaya sebagai hari sial. Dan mengenai
Thiyarah bersepakat seluruh ulama dan ahlu tauhid hukumnya haram, hal ini
didasarkan kepada hadits-hadits yang sangat banyak diantaranya Rasulullah
shalallahu’alaihi wassalam bersabda :
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، ثلاَثًا
“Tiyarah adalah syirik, tiyarah adalah
syirik (beliau ucapkan tiga kali)..” (HR.
Abu Dawud)
Dalam
hadits lain : “Barangsiapa mengurungkan
hajatnya karena thiyarah (merasa sial dengan sesuatu), berarti telah syirik.” (HR
Ahmad)
Dalam
Tafsir Ibu Katsir dinulil perkataan al Imam Syafi’i rahimahullah : “Orang Arab jahiliyah dahulu
ketika ditimpa suatu musibah, dan bencana, mereka mengatakan ‘alangkah
jahatnya waktu ini’, mereka mengalamatkan pelakunya kepada waktu, lalu
mereka mencelanya, sedangkan yang menjalankan waktu itu adalah Allah Ta’ala,
maka seakan-akan mereka mencela Allah.”
Ibnu
Hajar al Haitami ketika ditanya tentang permasalahan hari baik dan buruk untuk
bepergian, beliau menjawab :
من يسأل عن النحس وما بعده من لا يجاب
إلا بالإعراض عنه وتسفيه ما فعله ويبين له قبخه، وأن ذلك من سنة اليهود لا
من هدي المسلمين المتوكلين على خالقهم وبارئهم الذين لا يحسبون وعلى ربهم يتوكلون
، وما ينقل من ذلك عن الأيام المنقوطة ونحوها عن علي كرم الله وجهه باطل كذب لا
أصل له فليحذر من ذلك والله أعلم .
“Orang yang menanyakan tentang hari
sial tidak perlu di jawab kecuali berpaling dari pertanyaanya dan
menganggap bodoh perbuatannya dan menjelaskan kejelekannya karena hal tersebut
ternasuk perbuatan orang orang Yahudi bukan termasuk petunjuk orang Islam yang
pasrah pada penciptanya.”[4]
Penutup
Hendaknya orang-orang beriman menjauhi sejauh-jauhnya perbuatan-perbuatan
keji seperti ini yang bukan hanya perbuatan dosa besar, tapi juga mengancam keimanannya.
Cukuplah bagi orang beriman Allah jalla wa'ala sebaik-baik penolong dan tempat bertawakkal.
Wallahu a’lam.
0 comments
Posting Komentar